xr:d:DAEjYW4ct1I:3869,j:45175917570,t:23041408

Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia: Tinjauan Kelembagaan BAZNAS dan LAZ
Oleh: Ichwan Muttaqin, S.E., M.E.Sy.


Pengelolaan zakat di Indonesia merupakan pilar penting dalam upaya pengentasan kemiskinan dan pemerataan kesejahteraan yang diatur secara formal oleh negara. Landasan utama pengelolaan zakat adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, yang bertujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan, serta akuntabilitas dan transparansi pengelolaan. Dalam kerangka hukum ini, terdapat dua jenis lembaga utama yang diberi kewenangan untuk mengelola zakat, yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Meskipun keduanya memiliki peran sebagai amil, eksistensi, fungsi, dan kewenangan keduanya memiliki perbedaan fundamental yang diatur ketat oleh peraturan perundang-undangan.

A. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)

    Definisi, Fungsi dan Kewenangan

    BAZNAS didefinisikan sebagai lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Menurut Pasal 5 UU No. 23 Tahun 2011, BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama. BAZNAS memiliki struktur berjenjang, terdiri dari BAZNAS di tingkat pusat, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota.

    Fungsi utama BAZNAS adalah melaksanakan pengelolaan zakat secara komprehensif, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, hingga pelaporan. Kewenangan BAZNAS bersifat luas dan strategis, meliputi:

    1. Perencanaan: Menyusun rencana program penghimpunan dan pendistribusian zakat secara nasional.
    2. Pelaksanaan: Melakukan penghimpunan (pengumpulan), pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, infak, sedekah (ZIS).
    3. Pengawasan Internal: BAZNAS di tingkat atas berhak mengawasi pelaksanaan pengelolaan ZIS oleh BAZNAS di tingkat bawahnya.
    4. Koordinasi dan Izin LAZ: BAZNAS memiliki kewenangan untuk melakukan koordinasi dan memberikan rekomendasi perizinan LAZ.

    Mekanisme Pembentukan dan Regulasi

    Pembentukan BAZNAS Pusat ditetapkan oleh Presiden. Sementara itu, BAZNAS Provinsi dan Kabupaten/Kota dibentuk oleh Menteri Agama atas usulan Gubernur/Bupati/Walikota, setelah mendapatkan pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) masing-masing tingkat.

    Regulasi teknis BAZNAS diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 14 Tahun 2014, dan diperinci dalam Peraturan Badan Amil Zakat Nasional (PerBaznas). PerBaznas ini mencakup tata kelola internal, sistem akuntansi, pelaporan, hingga standar pendistribusian dan pendayagunaan ZIS. Sebagai contoh, PerBaznas mengatur secara rinci kriteria asnaf penerima manfaat dan mekanisme penyaluran untuk memastikan efisiensi dan kepatuhan syariah.

    B. Lembaga Amil Zakat (LAZ)

    Definisi, Fungsi, dan Kewenangan

    LAZ adalah organisasi yang didirikan oleh masyarakat yang bergerak dalam bidang pengelolaan zakat. Berbeda dengan BAZNAS yang merupakan lembaga pemerintah, LAZ merupakan lembaga swasta atau non-pemerintah yang mendapatkan pengakuan dan izin dari pemerintah untuk menjalankan fungsi keamiran.

    Fungsi utama LAZ serupa dengan BAZNAS, yaitu melakukan penghimpunan, pendistribusian, dan pendayagunaan ZIS. Perbedaannya terletak pada lingkup dan sumber dana. LAZ umumnya berfokus pada program-program spesifik sesuai visi dan misi pendiriannya, seringkali menjangkau segmen masyarakat atau daerah tertentu. Kewenangan LAZ terbatas pada pelaksanaan fungsi keamilan di wilayah yang telah ditetapkan dalam izinnya. LAZ wajib berkoordinasi dan melaporkan pelaksanaan pengelolaan zakat kepada BAZNAS.

    Mekanisme Pembentukan dan Perizinan

    Mekanisme pembentukan LAZ bersifat inisiatif masyarakat, tetapi operasinya harus mendapatkan izin resmi dari Menteri Agama (untuk LAZ skala nasional) atau pejabat yang berwenang (untuk LAZ skala provinsi/kabupaten/kota). Proses perizinan LAZ diatur ketat, terutama melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 52 Tahun 2014 (yang telah diubah dengan PMA No. 31 Tahun 2019). Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh calon LAZ meliputi:

    1. Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan berbadan hukum.
    2. Memiliki pengurus yang profesional dan cakap.
    3. Memiliki kemampuan teknis untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan ZIS.
    4. Memiliki rekomendasi dari BAZNAS.
    5. Memiliki batas minimal aset tertentu (syarat modal/aset awal yang berbeda untuk skala nasional, provinsi, dan kabupaten/kota).
    6. Adanya laporan keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik (minimal 2 tahun berturut-turut untuk izin perpanjangan).

    PMA No. 31 Tahun 2019 menegaskan bahwa perizinan LAZ diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang, memastikan standar akuntabilitas tetap terjaga.

    C. Perbedaan Kunci dan Sinergi

    Aspek PembedaBadan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)Lembaga Amil Zakat (LAZ)
    Status KelembagaanLembaga Pemerintah Nonstruktural (LPN)Organisasi Masyarakat (Ormas) Swasta
    Dasar PembentukanDitetapkan oleh Presiden/Menteri AgamaDidirikan oleh masyarakat, mendapat izin Menteri Agama
    Sifat/KedudukanLembaga tunggal milik negara, bersifat hierarkis (Pusat, Provinsi, Kab/Kota)Lembaga swasta, harus berkoordinasi dengan BAZNAS
    Kewenangan StrategisPenentu kebijakan umum, koordinator, dan regulator (pemberi rekomendasi izin LAZ)Pelaksana teknis penghimpunan dan pendistribusian
    Regulasi TeknisDiatur oleh Peraturan BAZNAS (PerBaznas)Diatur oleh Peraturan Menteri Agama (PMA) dan berkoordinasi dengan BAZNAS

    Meskipun berbeda, BAZNAS dan LAZ dituntut untuk bersinergi. BAZNAS bertindak sebagai regulator, koordinator, dan pelaksana utama, sementara LAZ bertindak sebagai mitra strategis yang memperluas jangkauan layanan zakat ke segmen dan wilayah yang mungkin tidak terjangkau sepenuhnya oleh BAZNAS. Sinergi ini diperlukan untuk mencapai tujuan nasional pengelolaan zakat.

    BAZNAS dan LAZ merupakan dua entitas kunci yang menjalankan amanat UU No. 23 Tahun 2011 dalam konteks pengelolaan zakat di Indonesia. BAZNAS sebagai lembaga pemerintah nonstruktural berperan sebagai koordinator dan pelaksana utama dengan struktur berjenjang dan kewenangan strategis. Sementara itu, LAZ, sebagai inisiatif masyarakat, berperan sebagai mitra yang memerlukan perizinan ketat dari Kementerian Agama untuk menjamin akuntabilitas publik. Kerangka regulasi yang kuat, didukung oleh UU No. 23 Tahun 2011, PP No. 14 Tahun 2014, dan PMA No. 31 Tahun 2019, memastikan bahwa dana zakat dikelola secara profesional, transparan, dan sesuai dengan prinsip syariah demi tercapainya keadilan sosial dan kesejahteraan umat.

    By admin

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *