Memaknai Hikmah Iedul Adha Sebagai Purfikasi dalam Ibadah dan Dinamiasi Dalam Muamalah.

Oleh: Ichwan Muttaqin

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكاً لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ

Artinya: “Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban ), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” (QS Al Hajj: 34).

Iedul adha sudah selesai, rangkaian tasyrik pun sudah dijalankan. Lalu apa dampak yang bisa kita rasakan dari syariat Allah tersebut. Sedari kita perhatikan rangkaian Dzulkhizah merupakan bulan yang utama bagi umat Islam. Selain dari bulan Haji, Dluzkhizzah merupakan bulan Udhiyah bulan Nahr atau bulan memotong hewan yang disyariatkan oleh Allah dan di sunahkan oleh Rosulullah SAW.

Pada pase bulan Qurban yang telah kita laksanakan tentunya memiliki Hikmah dan Ibroh yang perlu kita tadaburi bersama.

Yang pertama. Bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan. Hari raya iedul adha memberikan makna terkait kenikmatan yang Allah berikan. Bahkan jika kita memperhatikan makan Al Kautsar seperti mana QS Al Kautsar yang diturunkan Allah sebagai penyerta syariat qurban dapat kita syukuri baik secara substansi maupun secara maqosid. Pada point tersebut rasa syukur inilah yang menjadi acuan kehidupan kita. Cara syukur yang tepat adalah dengan cara memaksimalkan peribadatan kita kepada Allah SWT. Memurnikan Aqidah Kita hingga membungkus jalan hidup kita dengan Agama kita.

Yang kedua. Meneladani kehidupan dan kesabaran Nabi Ibrahim as. Kehidupan yang dijalani oleh Nabi Ibrahim perlu menjadi cerminan. sunatullah kehidupan merupakan rangkaian yang akan terus berputar dan ujian dari setiap ham memiliki kadar sesuai dengan kemampuan. Maka menjalankan kehidupan dengan kesabaran adalah kunci dari segalanya.

Yang ketiga.  Ibadah qurban lebih baik daripada bersedekah dengan uang yang senilai dengan hewan qurban. Dalam Kitab Ahkamil Udhiyah wadz Dzakaah, hal. 11-12 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2: 379 Qayyim berkata, “Penyembelihan yang dilakukan di waktu mulia lebih afdhol daripada sedekah senilai penyembelihan tersebut”. Oleh karenanya jika seseorang bersedekah untuk menggantikan kewajiban penyembelihan pada manasik tamattu’ dan qiron meski pun dengan sedekah yang bernilai berlipat ganda, tentu tidak bisa menyamai keutamaan udhiyah.

Pada point terakhir Qurban sudah dilaksanakan kita harus mampu meng implementasi pengorbanan dalam kehidupan ini terutama untuk Agama kita agar senantiasa kita mampu menjalankan Ibadah penuh kesungguhan, sesuai sunah serta memberikan dampak pada pembangunan diri kita masing-masing. Dan terakhir qurban ini juga harus mampu menjawab tantangan sosial, kepekaan terhadap sosial serta menjawab pelbagai problem sosial seperti kemiskinan ekstrem, gizi buruk serta kesenjangan lainnya.

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *