Manajemen Konflik dalam Islam

Oleh: Ichwan Muttaqin

Konflik merupakan perselisihan atau pertentangan dua orang atau dua kelompok terhadap suatu gagasan yang mereka tidak dapat mencapai kata sepakat atau kata setuju. Ketidaksepakatan dapat saja dilatar belakangi oleh perbedaan pengalaman atau pengetahuan tentang gagasan, sehingga menimbulkan gangguan kepada salah satu atau kedua belah pihak. (Manajemen Sumber Daya Manusia: Melayu SP Hasibuan)

Konflik dalam Islam sudah digambarkan sejak awal mula peradaban manusia berlangsung, yakni ketika Makhluk Allah yang bernama Iblis tidak mau sujud kepada Adam As, dan konflik itu didasari oleh perbedaan pandangan dan gagasan antara Iblis dan Khaliq nya Allah SWT. Konflik kedua di kisahkan oleh Kabil dan Habil yang mengakibatkan terbunuhnya Habil. QS Al Maidah ayat 27 “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qobil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qobil). Ia berkata (Qobil); “Aku pasti membunuhmu”. Berkata Habil; “Sesungguhnya Allah hanya menerima (Korban) dari orang-orang yang bertakwa”

A. Makna manajemen konflik.

  1. Dari sisi kedudukan Manusia,

Manusia sebagai kholifah “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.” (QS. Al Baqarah: 30).

  • Dari sisi organisasi

Manusia adalah makhluk sosial, sehingga korelasi dalam kehidupan perlu mempehatikan aspek sosial kehidupan. Kegiatan ini disebut sebagai mu’amalah. At Taghobun ayat 77.

وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ

“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.”

B. Solusi Menghadapi Konflik dalam Islam

  1. Mempelajari konflik  (Qs Al Hujurat ayat 6)

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”

Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam tasfir nya Al Wajiz menjelaskan terkait ayat diatas bahwasannya setiap berita yang hadir dari sebuah persengketaan atau pertikaian perlu diperiksa kebenarannya. Dalam tafsir tersebut dijelaskan pula jika kalian mendapatkan berita penting dari orang fasik yang telah menyimpang dari batas-batas agama maka jangan tergesa-gesa untuk percaya, namun carilah penjelasan sebenarnya dan pastikanlah kebenaran berita itu sebelum terpengaruh olehnya. Dikhawatirkan kalian yang merupakan kaum tidak bersalah ikut tertimpa keburukan dan hal-hal yang makruh sehingga kalian menyesal dan bersedih atas kesalahan yang kalian perbuat dan berharap hal itu tidak pernah terjadi. (Tafsir Al Wajiz:Wahbah Zuhaili)

  • Mengembalikan konflik pada peraturan yang ada (Qs An Nisa ayat 59)

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Sudah tentu setiap konflik dalam sendi kehidupan akan kita jumpai. Namun jika kita melihat lebih dalam bahwasannya hukum kehidupan di muka bumi tentu sudah memiliki tata aturan yang berlau, baik yang di syariatkan oleh Hukum Ilahiyyah maupun hukum yang di buat atas kesepakatan penduduk bumi. Hal ini dapat tergambarkan pada ayat di atas bahwsannya petunjuk tepat dalam menyelesaikan konflik adalah mengembalikan pada peraturan yang sudah berlaku hingga menuntut ketaatan pada seorang atasan atau pimpinan di area konflik tersebut. Imam Jalalayni menafsirkan ayat 59 surat An Nisa bahwasannya “(Dan jika kamu berbeda pendapat) atau bertikai paham (tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah) maksudnya kepada kitab-Nya (dan kepada Rasul) sunah-sunahnya; artinya selidikilah hal itu pada keduanya (yakni jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Demikian itu) artinya mengembalikan pada keduanya (lebih baik) bagi kamu daripada bertikai paham dan mengandalkan pendapat manusia (dan merupakan rujukan yang sebaik-baiknya)”. Berikutnya jika melihat asbab turun ayat ini turun tatkala terjadi sengketa di antara seorang Yahudi dengan seorang munafik. Orang munafik ini meminta kepada Kaab bin Asyraf agar menjadi hakim di antara mereka sedangkan Yahudi meminta kepada Nabi saw. lalu kedua orang yang bersengketa itu pun datang kepada Nabi saw. yang memberikan kemenangan kepada orang Yahudi. Orang munafik itu tidak rela menerimanya lalu mereka mendatangi Umar dan si Yahudi pun menceritakan persoalannya. Kata Umar kepada si munafik, “Benarkah demikian?” “Benar,” jawabnya. Maka orang itu pun dibunuh oleh Umar. (Tafsir Jalalayn : Imam Jalalayn)

  • Taat pada kesepakatan (Al Ahzab ayat 36)

“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata”

Pada rujukan akhir dalam melihat persengketaan atau konflik tentunya kita bisa melihat pada ayat di atas bagaimana Allah SWT telah menggambarkan terkait kesepakatan yang perlu dibangun agar konflik yang hadir dapat diselesaikan dengan baik.

Tentunya perkara konflik bagi orang beriman adalah sebuah dinamika yang akan menghadirkan kebaikan, kemashatan dan perbaikan dalam sendi kehidupan.

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *