Akuntansi Syariah bukan sekadar sistem pencatatan keuangan yang mengikuti aturan agama, melainkan sebuah disiplin ilmu yang berakar pada nilai-nilai Islam untuk mencapai tujuan kesejahteraan dan keadilan. Berbeda dengan akuntansi konvensional yang berorientasi pada profit maksimisasi, akuntansi syariah bertujuan menciptakan maslahah (kemaslahatan) bagi seluruh pihak, termasuk masyarakat dan lingkungan. Tujuannya adalah menyajikan informasi yang transparan dan akuntabel, tidak hanya dari sisi finansial tetapi juga kepatuhan terhadap prinsip syariah.
Landasan Filosofis Akuntansi Syariah
Akuntansi Syariah dibangun di atas empat landasan utama yang bersumber dari ajaran Islam:
- Tauhid: Konsep Tauhid (keesaan Allah) menjadi landasan filosofis tertinggi. Semua aktivitas ekonomi dan bisnis, termasuk akuntansi, harus sejalan dengan kehendak Allah. Ini berarti akuntansi syariah harus mencerminkan pertanggungjawaban kepada Allah (vertikal) dan manusia (horizontal).
- Keadilan (‘Adl): Prinsip keadilan sangat fundamental. Akuntansi harus menyajikan informasi yang adil dan tidak bias, memastikan bahwa semua pihak yang berkepentingan (investor, karyawan, konsumen, masyarakat) menerima hak mereka secara proporsional.
- Keseimbangan (Tawazun): Islam menekankan keseimbangan antara kepentingan dunia dan akhirat, individu dan masyarakat. Akuntansi syariah harus mencerminkan keseimbangan ini, misalnya dengan memasukkan unsur-unsur sosial dan lingkungan dalam laporan keuangannya.
- Pertanggungjawaban (Amanah): Harta yang dimiliki adalah amanah dari Allah. Akuntan memiliki tanggung jawab moral untuk mengelola dan melaporkan keuangan dengan jujur dan amanah. Pelaporan keuangan harus mencerminkan pertanggungjawaban ini, baik dari aspek keuangan maupun syariah.
Prinsip Dasar Akuntansi Syariah
Prinsip-prinsip ini membedakan Akuntansi Syariah dari Akuntansi Konvensional. Prinsip-prinsip ini harus dipahami dan diterapkan dalam proses akuntansi.
1. Prinsip Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip ini menegaskan bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, termasuk aktivitas ekonomi. Dalam akuntansi, hal ini diwujudkan melalui laporan keuangan yang transparan, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada seluruh pemangku kepentingan, baik dunia maupun akhirat.
2. Prinsip Konsistensi (Consistency)
Akuntansi syariah mendorong penggunaan metode dan prosedur akuntansi yang konsisten dari periode ke periode. Namun, jika ada perubahan yang lebih sesuai dengan prinsip syariah atau memberikan informasi yang lebih relevan dan andal, perubahan tersebut dapat dilakukan dengan penjelasan yang memadai.
3. Prinsip Kelangsungan Usaha (Going Concern)
Prinsip ini sama seperti akuntansi konvensional, yaitu laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas bisnis akan berlanjut di masa depan. Namun, dalam konteks syariah, kelangsungan usaha juga mencakup kelestarian dari sisi syariah (tidak melanggar prinsip-prinsip Islam).
4. Prinsip Materialitas (Materiality)
Informasi dianggap material jika kelalaian dalam menyajikan atau salah menyajikannya dapat memengaruhi keputusan pengguna laporan keuangan. Dalam akuntansi syariah, materialitas tidak hanya dilihat dari nilai moneter, tetapi juga dari aspek syariah. Misalnya, transaksi yang tidak signifikan secara moneter tetapi melanggar syariah harus tetap diungkapkan.
5. Prinsip Pengungkapan Penuh (Full Disclosure)
Laporan keuangan syariah harus menyajikan semua informasi yang relevan dan penting untuk pengambilan keputusan. Pengungkapan ini tidak hanya mencakup informasi finansial, tetapi juga informasi non-finansial seperti kepatuhan syariah, kegiatan sosial, dan lingkungan.
6. Prinsip Kesatuan Entitas (Entity Concept)
Prinsip ini memisahkan secara jelas antara kekayaan entitas bisnis dengan kekayaan pemiliknya. Namun, dalam akuntansi syariah, entitas bisnis juga dipandang sebagai unit pertanggungjawaban sosial yang harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat
Contoh Penerapan Praktis
Penerapan prinsip-prinsip ini dapat dilihat dalam laporan keuangan entitas syariah. Misalnya, laporan keuangan harus menyertakan Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF). Ini menunjukkan pertanggungjawaban sosial yang terintegrasi dalam akuntansi, bukan sekadar catatan tambahan. Selain itu, Pernyataan Kepatuhan Syariah juga menjadi bagian integral untuk menjamin bahwa seluruh operasional bisnis tidak melanggar syariah.