Hukum Islam (fiqh) tidak hanya merupakan produk teologis-normatif, tetapi juga merupakan hasil konstruksi sosial yang dipengaruhi oleh dinamika masyarakat. Oleh karena itu, pendekatan sosiologi dalam studi hukum Islam menjadi penting untuk memahami bagaimana hukum Islam bekerja dalam masyarakat, serta bagaimana ia diproduksi, diterima, ditafsirkan, dan diubah oleh masyarakat.

1. Konsep Dasar Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum adalah studi tentang hukum dalam konteks sosial. Ia mempelajari bagaimana hukum terbentuk, diimplementasikan, dan direspons oleh masyarakat. Dalam konteks Islam, pendekatan ini melihat hukum Islam sebagai bagian dari sistem sosial yang tidak bisa dilepaskan dari struktur budaya, politik, ekonomi, dan nilai-nilai masyarakat Muslim.

Tokoh utama:

  • Max Weber: Hukum sebagai bagian dari rasionalisasi masyarakat.
  • Émile Durkheim: Hukum sebagai cerminan solidaritas sosial.
  • Eugen Ehrlich: “Living law” sebagai hukum yang sesungguhnya hidup dalam masyarakat.

2. Relevansi Sosiologi dalam Studi Hukum Islam

Dalam studi hukum Islam, pendekatan sosiologis digunakan untuk:

  • Membaca konteks sosial dari teks hukum.
  • Menggali hubungan antara norma fiqh dengan dinamika masyarakat.
  • Memahami pergeseran fatwa dan produk hukum Islam berdasarkan perubahan sosial.
  • Menilai efektivitas dan penerimaan hukum Islam di masyarakat kontemporer.

Contoh: Dalam fiqh klasik, zakat peternakan unta dominan karena konteks masyarakat Arab. Dalam masyarakat modern, fatwa tentang zakat profesi dan zakat perusahaan muncul karena perkembangan ekonomi dan sosial.

3. Pendekatan Teoritis

a. Teori Struktural Fungsional (Durkheim, Parsons)

  • Hukum Islam dipahami sebagai bagian dari sistem sosial yang menjaga keseimbangan.
  • Fatwa dan fiqh berfungsi untuk menstabilkan norma sosial dan mengatur perilaku.

b. Teori Konflik (Karl Marx)

  • Hukum Islam bisa dilihat sebagai instrumen kelompok dominan untuk mempertahankan kekuasaan (misalnya, relasi gender dalam fiqh klasik).
  • Kajian ini digunakan untuk merekonstruksi hukum Islam yang lebih adil dan setara.

c. Teori Interaksionisme Simbolik (Mead, Blumer)

  • Menjelaskan bagaimana individu dan kelompok menafsirkan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari.
  • Cocok untuk studi tentang praktik keagamaan masyarakat seperti jilbab, poligami, atau praktik waris.

d. Teori Konstruktivisme Sosial (Berger & Luckmann)

  • Hukum Islam tidak bersifat final dan mutlak, tetapi dikonstruksi secara sosial.
  • Pandangan ini memberi ruang bagi reinterpretasi hukum Islam sesuai kebutuhan zaman.

4. Aplikasi Empiris

Beberapa penelitian yang menggunakan pendekatan sosiologi dalam studi hukum Islam:

  • Studi tentang penerapan hukum keluarga Islam di Indonesia: menunjukkan variasi antara hukum positif, fatwa MUI, dan praktik lokal.
  • Studi hukum Islam dan gender: memperlihatkan bagaimana pemaknaan hukum waris berubah ketika perempuan semakin aktif dalam ekonomi.

5. Kritik dan Tantangan

  • Pendekatan sosiologi kadang dianggap mengaburkan otoritas teks suci.
  • Namun, pendekatan ini justru membuka ruang ijtihad sosial yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Penutup

Pendekatan sosiologi dalam studi hukum Islam bukan untuk menegasikan wahyu, tetapi untuk menjembatani teks dengan konteks. Hukum Islam yang relevan dan aplikatif membutuhkan pemahaman yang tidak hanya normatif, tetapi juga sosiologis.

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *