Jalan Hidup Seorang Muslim; Pemahaman Jiwa Terhadap Konsep Insan Kamil

Oleh: Ichwan Muttaqin, S.E. M.E.Sy.

Sebuah kalimat pembuka banyak dilontarkan beberapa cendekiawan kurang lebih seperti ini “Orang Islam belum tentu Islami, tetapi banyak orang bukan muslim tetapi berkepribadian Islami”. Salah satu contoh di Inggris mayoritas agama non muslim tetapi di sana Bank Islam berkembang dan tumbuh setiap tahunnya hingga menjadi Bank Islam percontohan. Atau yang lebih sederhana di Eropa mayoritas non muslim tapi kehidupan di sana terlihat rapi dan bersih serta sangat sedikit informasi terkait pemerintah yang korupsi, curang dan kotor lainnya. Sementara di negara Indonesia yang mayoritas penduduk Muslim Bank Islam atau lembaga keuangan Islam tidak berkembang begitu pun dengan tataran kegiatan mu’amalah lainnya seperti jauh dari konsepsi dasar jalan hidup seorang Muslim.

Islam sebagai Dienul Haq telah memberikan guidance (panduan) agar umat yang mengikutinya dapat menjalankan agama sesuai dengan tuntunan. Bahkan Islam dihadirkan sebagai Dien yang merepresentasikan ajaran menyempurnakan dari ajaran-ajaran tauhid sebelumnya.

Lantas solusi apa yang perlu dihadirkan oleh setiap Muslim agar kehidupan ini memiliki arah dan tujuan? Hasan Albana dalam Madrasah tarbawi menjelaskan beberapa sifat kepribadian muslim agar menjadi insan yang kamil (pribadi muslim yang sempurna):

1. Salimul Aqidah (Aqidah yang Bersish)  è Menyempurnakan Tauhid

QS al-Bayyinah (98) ayat 5

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِ

Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).

2. Shahihul Ibadah (Ibadah yang benar) è Memegang Dua Pusaka Wasiat Rasulullah SAW

Rasulullah SAW bersabda:

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ

Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13)

QS Thaha (20) ayat 123-124

Maka jika  datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.

3. Matinul Khuluq (Akhlaq yang kokoh) è Akhlaq seorang Muslim

QS Al Qalam (68) ayat 4

وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ

Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.

4. Qowiyyul Jismi (Jiwa yang kuat) è Berjamiyyah dan Berkomitmen

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ ، اِحْـرِصْ عَـلَـى مَا يَـنْـفَـعُـكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَـعْجَـزْ ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَـيْءٌ فَـلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِـّيْ فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَـذَا ، وَلَـكِنْ قُلْ: قَـدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَـفْـتَـحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allâh, dan Allâh berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan syaitan.

Hadits shahîh. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2664);  Ahmad (II/366, 370); Ibnu Mâjah (no. 79, 4168); an-Nasâ-i dalam Amalul Yaum wal Lailah (no. 626, 627); at-Thahawi dalam Syarh Musykilil Aatsâr (no. 259, 260, 262); Ibnu Abi Ashim dalam Kitab as-Sunnah (no. 356)

5. Mutsaqqoful Fikri  (Kritis dalam Berpikir)

QS Az Zumar (39) ayat 9

اَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ اٰنَاۤءَ الَّيْلِ سَاجِدًا وَّقَاۤىِٕمًا يَّحْذَرُ الْاٰخِرَةَ وَيَرْجُوْا رَحْمَةَ رَبِّهٖۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ ۗ اِنَّمَا يَتَذَكَّرُ اُولُوا الْاَلْبَابِ.

Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran

Pembahasan selanjutnya: 6. Mujahadatul Linafsihi, 7. Harishun Ala Waqtihi, 8. Munazhzhamun fi Syuunihi (Teratur dalam urusan), 9. Qodirun Alal Kasbi (Mandiri), 10. Nafi’un Lighoirihi (Bermanfaat).

Penulis adalah: Dosen STAI PERSIS Jakarta, Bidgar Ekonomi PW. PERSIS DKI Jakarta, Kadiv. Pendayagunaan LAZ PERSIS DKI Jakarta serta Ketua II Forum Zakat (FOZ) Wilayah DKI Jakarta

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *