Hukum kontrak syariah (Islamic contract law) adalah prinsip dan aturan hukum yang mengatur hubungan perjanjian atau kontrak antara pihak-pihak berdasarkan hukum Islam. Hukum ini berlandaskan pada Al-Qur’an, Sunnah Nabi Muhammad, serta ijma’ (konsensus ulama) dan qiyas (analogi hukum Islam), yang bertujuan menjaga keadilan, kejujuran, dan transparansi dalam transaksi.
Berikut ini adalah beberapa karakteristik utama dari hukum kontrak syariah:
- Kepastian dan Kejelasan: Setiap kontrak harus memiliki ketentuan yang jelas terkait dengan subjek kontrak, hak, kewajiban, serta ketentuan yang disepakati agar tidak ada unsur gharar (ketidakpastian) yang berlebihan.
- Kesesuaian dengan Prinsip Syariah: Isi dan tujuan kontrak harus sesuai dengan syariah. Ini berarti transaksi tidak boleh mengandung unsur riba (bunga), gharar (ketidakpastian berlebihan), dan maysir (spekulasi atau perjudian).
- Transaksi Halal: Objek kontrak atau barang/jasa yang diperjualbelikan harus halal. Misalnya, kontrak untuk perdagangan barang yang haram dalam Islam, seperti alkohol atau daging babi, tidak diperbolehkan.
- Saling Menguntungkan: Kedua belah pihak dalam kontrak syariah harus saling menguntungkan tanpa ada yang merasa dirugikan. Tujuan ini adalah untuk mencapai keadilan dan keseimbangan dalam hubungan bisnis.
- Kewajiban untuk Mematuhi Janji (Aqd): Dalam Islam, janji atau akad adalah hal yang sangat penting. Memenuhi janji adalah kewajiban moral dan agama, sehingga pelanggaran kontrak dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap syariah.
- Berbasis Kerjasama: Beberapa kontrak syariah seperti mudarabah (bagi hasil) dan musharakah (kemitraan) menekankan pentingnya kolaborasi dan kerja sama antara kedua belah pihak. Model ini berbeda dengan sistem yang lebih kompetitif, di mana syariah mengutamakan kemitraan untuk mencapai keuntungan bersama.
Contoh kontrak dalam hukum syariah mencakup:
- Murabahah: Jual beli dengan margin atau mark-up yang telah disepakati.
- Ijarah: Sistem sewa di mana salah satu pihak menyewakan aset kepada pihak lain untuk jangka waktu tertentu dengan bayaran.
- Musharakah: Kemitraan di mana kedua belah pihak berbagi modal, keuntungan, dan risiko.
- Istisna: Kontrak produksi di mana barang akan dibuat sesuai pesanan dengan pembayaran yang dilakukan secara bertahap atau pada saat penyelesaian
Dalil Hukum Kontrak Syariah
- Al-Qur’an:
- QS. Al-Baqarah [2]: 282: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya…” Ayat ini menekankan pentingnya pencatatan dalam transaksi untuk menghindari perselisihan.
- QS. An-Nisa’ [4]: 29: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu…” Ini menekankan prinsip keadilan dan saling merelakan.
- Hadis Nabi Muhammad SAW:
- “Pedagang yang jujur dan terpercaya akan bersama para nabi, shiddiqin, dan syuhada di hari kiamat.” (HR. Tirmidzi). Hadis ini menunjukkan pentingnya kejujuran dalam kontrak.
- “Barangsiapa menipu maka ia bukan dari golonganku.” (HR. Muslim). Ini melarang segala bentuk penipuan dalam transaksi.
- Ijma’ dan Qiyas:
- Ijma’ ulama telah menetapkan aturan-aturan dalam transaksi, seperti larangan maysir (perjudian) dan gharar yang menimbulkan ketidakpastian yang merugikan.
- Qiyas digunakan untuk mengembangkan kontrak-kontrak baru yang sesuai dengan prinsip syariah, seperti dalam pengembangan produk keuangan syariah.