Akuntansi syariah merupakan sistem pencatatan, pelaporan, dan pengukuran transaksi keuangan yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam. Berbeda dengan akuntansi konvensional yang lebih berorientasi pada laba dan kepentingan pemilik modal, akuntansi syariah menekankan pada keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab sosial sesuai dengan nilai-nilai Islam.
a. Landasan Teologis
Akuntansi syariah bersumber dari Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas, yang menjadi dasar hukum Islam (syariah). Prinsip hisab dan pertanggungjawaban di hadapan Allah (muhasabah) menjadi fondasi moral dalam pelaporan dan pengelolaan keuangan. Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 282 menekankan pentingnya pencatatan transaksi secara adil:
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah secara tidak tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya…” (QS. Al-Baqarah: 282)
b. Landasan Filosofis
Filosofi akuntansi syariah adalah tauhid (pengesaan Allah), yang mengatur bahwa seluruh aktivitas manusia, termasuk dalam bidang ekonomi dan akuntansi, harus berada dalam koridor ibadah dan ketaatan kepada Allah. Hal ini melahirkan prinsip accountability (pertanggungjawaban) yang bukan hanya kepada manusia, tetapi juga kepada Allah SWT.
c. Landasan Normatif dan Etis
Etika Islam menjadi pedoman dalam praktik akuntansi syariah, seperti nilai kejujuran (shidq), keadilan (‘adl), amanah, dan tidak zalim. Oleh karena itu, laporan keuangan syariah tidak hanya memuat informasi untuk pemilik modal, tetapi juga untuk seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) termasuk masyarakat dan lingkungan.
d. Landasan Yuridis
Di Indonesia, landasan yuridis akuntansi syariah meliputi:
- UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
- PSAK Syariah yang dikeluarkan oleh IAI melalui DSAS (Dewan Standar Akuntansi Syariah)
- Peraturan OJK dan fatwa DSN-MUI yang relevan dengan transaksi keuangan syariah
Prinsip Dasar Akuntansi Syariah
a. Prinsip Keadilan
Setiap pencatatan dan pelaporan keuangan harus menggambarkan keadilan bagi seluruh pihak yang terlibat. Keadilan menjadi inti dari transaksi syariah, termasuk dalam penentuan keuntungan, bagi hasil, maupun pengungkapan risiko.
b. Prinsip Amanah dan Transparansi
Pelaporan keuangan harus dilakukan secara jujur, transparan, dan bertanggung jawab. Prinsip amanah menekankan bahwa pihak yang mengelola dana harus menyampaikan informasi yang benar dan dapat dipercaya.
c. Larangan Riba, Gharar, dan Maysir
Transaksi yang dilaporkan dalam akuntansi syariah tidak boleh mengandung riba (bunga), gharar (ketidakpastian berlebihan), dan maysir (judi). Oleh karena itu, laporan keuangan syariah harus menggambarkan struktur transaksi yang halal dan sesuai prinsip syariah.
d. Prinsip Ihtisab dan Hisbah
Konsep ihtisab menekankan pentingnya pengawasan sosial dan audit moral. Prinsip hisbah adalah bentuk pengawasan dari masyarakat untuk memastikan bahwa aktivitas ekonomi tidak menyimpang dari nilai-nilai syariah.
e. Prinsip Akuntabilitas kepada Allah dan Manusia
Akuntansi syariah tidak hanya mempertanggungjawabkan laporan kepada pengguna laporan (investor, pemerintah), tetapi juga kepada Allah SWT sebagai bentuk ibadah dan integritas spiritual.
f. Prinsip Kesetaraan dan Kemaslahatan
Laporan keuangan disusun untuk mendorong kemaslahatan umum (public interest) dan memperhatikan kepentingan semua pihak termasuk investor, nasabah, karyawan, dan masyarakat.
Akuntansi syariah adalah sistem akuntansi yang berlandaskan pada prinsip Islam yang menyeluruh, mencakup aspek spiritual, moral, sosial, dan ekonomi. Dengan mengedepankan keadilan, transparansi, dan tanggung jawab sosial, akuntansi syariah menjadi instrumen penting dalam membangun tata kelola ekonomi Islam yang berkelanjutan dan beretika.