Isu gender dalam Islam telah menjadi perdebatan panjang antara kaum konservatif dan progresif. Di tengah arus wacana tersebut, muncul nama Asma Barlas, seorang akademisi dan pemikir Muslim feminis asal Pakistan yang menonjol karena pendekatannya yang kritis terhadap tafsir patriarkal terhadap Al-Qur’an. Barlas dikenal sebagai tokoh yang mengusung pendekatan sosiologis dalam mendekonstruksi relasi gender dalam teks-teks keagamaan.
Profil Singkat Asma Barlas
- Lahir di Pakistan, pernah menjadi jurnalis dan pegawai pemerintahan.
- Menempuh studi doktoral di Amerika Serikat dan mengajar di Ithaca College, New York.
- Karya utamanya: “Believing Women in Islam: Unreading Patriarchal Interpretations of the Qur’an” (2002).
Pemikiran Utama Asma Barlas
1. Dekonstruksi Tafsir Patriarkal
Barlas menekankan bahwa banyak penafsiran terhadap Al-Qur’an telah dikonstruksi secara patriarkal oleh ulama laki-laki dalam konteks sosial tertentu. Ia membedakan antara “teks ilahi” (the Text) dan “tafsir manusiawi” (interpretations).
“The Qur’an itself is not patriarchal, but it has been read through patriarchal lenses.” – Asma Barlas
2. Konsep Textual Hermeneutics
Asma Barlas menggunakan pendekatan hermeneutika dalam membaca ulang Al-Qur’an. Ia menolak pendekatan literalistik, dan mengedepankan pentingnya konteks sejarah dan sosial dalam memahami teks suci.
3. Penolakan terhadap Patriarki Ilahiah
Barlas menolak ide bahwa Tuhan dalam Islam itu patriarkal atau mendukung dominasi laki-laki. Ia menunjukkan bahwa dalam Al-Qur’an, laki-laki dan perempuan dipandang sebagai setara di hadapan Tuhan (misalnya QS. Al-Ahzab: 35).
4. Gender sebagai Konstruksi Sosial
Barlas memandang gender bukan sebagai kodrat biologis, melainkan sebagai produk konstruksi sosial. Ia mengajak Muslim modern untuk mengkritisi sistem sosial yang tidak adil terhadap perempuan dengan tetap berpijak pada nilai-nilai Qur’ani.
Pendekatan Sosiologis dalam Pemikirannya
Asma Barlas menggunakan kerangka sosiologi pengetahuan dan feminisme kritis untuk membedah relasi antara pengetahuan keagamaan dan kekuasaan sosial:
- Inspirasi dari Michel Foucault: Pengetahuan dan kekuasaan saling berkaitan. Tafsir agama tidak netral.
- Inspirasi dari Edward Said: Membongkar wacana dominasi dalam tradisi keilmuan, termasuk dalam Islam.
- Sosiologi Hukum: Ia menyoroti bagaimana hukum Islam dibentuk oleh pengalaman sosial laki-laki, bukan murni dari wahyu.
Kritik Terhadap Pemikiran Asma Barlas
- Dikritik oleh kaum konservatif karena dianggap terlalu liberal dalam menafsirkan teks.
- Dikritik oleh feminis Barat sekuler, karena masih mempertahankan kerangka keislaman sebagai basis argumennya.
- Namun ia justru menawarkan jalan tengah: membela hak-hak perempuan tanpa meninggalkan identitas Islam
Kontribusi Barlas dalam Wacana Gender Islam
- Mendorong munculnya tafsir-tafsir alternatif yang ramah perempuan.
- Menginspirasi gerakan feminisme Islam di berbagai negara, termasuk Indonesia.
- Menghadirkan cara pandang baru dalam studi Islam dan gender yang kontekstual, inklusif, dan berbasis teks.
Asma Barlas adalah simbol pejuang gender yang memperjuangkan kesetaraan melalui pendekatan sosiologis dan Qur’ani. Ia tidak menentang Islam, melainkan menentang tafsir yang membungkus ketidakadilan atas nama agama. Pemikirannya membuka ruang bagi perempuan Muslim untuk membaca dan memahami Al-Qur’an secara kritis dan membebaskan.