Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dikeluarkan oleh setiap Muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Fungsi zakat adalah untuk mensucikan harta, mempererat persaudaraan, serta membantu mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial. Dalam fiqih klasik, jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya telah diatur secara rinci. Namun, perkembangan zaman menimbulkan perbedaan pandangan tentang ketentuan harta wajib zakat di kalangan ulama kontemporer.

Dasar Hukum Zakat dalam Al-Qur’an dan Hadits

Al-Qur’an menyebutkan zakat dalam banyak ayat, di antaranya adalah:

  1. Surah Al-Baqarah: 43, yang memerintahkan kaum Muslimin untuk menunaikan zakat:”Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.”
  2. Surah At-Taubah: 103, yang menunjukkan tujuan zakat untuk menyucikan harta dan jiwa:”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka…”

Sedangkan dalam hadits, Rasulullah SAW juga menegaskan pentingnya zakat, seperti dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim:

“Islam dibangun atas lima perkara: kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah, mendirikan shalat, membayar zakat…” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ketentuan Harta Benda Wajib Zakat dalam Fiqih Klasik

Dalam fiqih klasik, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya terbagi menjadi lima kategori:

  1. Emas dan Perak: Harta ini wajib dikeluarkan zakatnya bila telah mencapai nisab (batas minimal). Nisab emas sebesar 85 gram, sedangkan perak sebesar 595 gram, dengan kadar zakat 2,5%.
  2. Hasil Pertanian: Zakat pertanian diwajibkan atas hasil panen yang mencapai nisab 5 wasaq (sekitar 652 kg beras). Zakat ini sebesar 10% untuk lahan yang diairi oleh air alami dan 5% untuk lahan yang menggunakan irigasi.
  3. Hewan Ternak: Zakat atas ternak dikenakan pada unta, sapi, dan kambing yang dipelihara selama satu tahun dan mencapai nisab tertentu.
  4. Barang Perdagangan: Harta dagangan yang bernilai dan mencapai nisab yang sama dengan emas (85 gram emas) wajib dizakatkan sebesar 2,5% setelah mencapai haul (setahun).
  5. Rikaz: Rikaz adalah harta temuan, biasanya berupa harta yang terpendam, dan wajib dizakatkan sebesar 20% (seperlima) dari jumlahnya.

Pandangan Fiqih Kontemporer tentang Harta Wajib Zakat

Dalam fiqih kontemporer, cakupan harta yang dikenakan zakat mengalami perluasan seiring dengan perkembangan ekonomi dan finansial modern. Beberapa tambahan ketentuan zakat dalam pandangan kontemporer meliputi:

  1. Zakat Pendapatan dan Profesi: Zakat pendapatan mencakup penghasilan dari profesi atau pekerjaan dengan kadar zakat 2,5% dari pendapatan bersih yang mencapai nisab. Zakat ini belum dibahas dalam fiqih klasik karena konteks pendapatan pada masa lalu berbeda.
  2. Zakat Saham dan Surat Berharga: Saham dan obligasi sebagai aset modern yang memiliki nilai ekonomis dikenakan zakat bila mencapai nisab dan haul, dengan kadar zakat 2,5%.
  3. Zakat Deposito dan Tabungan: Dana yang tersimpan dalam tabungan atau deposito yang mencapai nisab dan telah disimpan selama satu tahun wajib dizakatkan sebesar 2,5%.
  4. Zakat Properti yang Disewakan: Sewa dari properti yang mencapai nisab pendapatan dapat dikenakan zakat, terutama jika keuntungan disewakan. Beberapa ulama kontemporer berpendapat untuk menetapkan zakat ini dengan kadar yang sama, yaitu 2,5%.

Kesimpulan

Fiqih klasik mengatur zakat secara detail, terutama pada jenis-jenis harta yang umum dikenal pada masa Nabi SAW. Namun, dalam fiqih kontemporer, ulama mengembangkan konsep ini untuk merespon perubahan struktur ekonomi dan jenis kekayaan yang berkembang. Hal ini penting untuk menjaga relevansi zakat sebagai instrumen sosial yang dapat meringankan beban kaum dhuafa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Referensi:

  1. Al-Qur’an.
  2. Hadits Shahih Bukhari dan Muslim.
  3. Yusuf al-Qaradawi, Fiqh Zakat.
  4. Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu.

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *